Salah satu karakter terpuji yang disukai Islam adalah: kedermawanan dan sifat pemurah. Banyak dalil dan menunjukkan hal tersebut. Di antaranya firman Allah ta’ala,
“وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ”.
Artinya: “Barang siapa dihindarkan dari sifat pelit, maka merekalah orang-orang yang beruntung”. QS. At-Taghâbun (64): 16.
Namun, manakala berbicara tentang kedermawanan, anggapan kebanyakan orang adalah kedermawanan menggunakan harta. Padahal, sebenarnya bukan hanya itu saja. Kedermawanan yang hakiki adalah mendermakan apa yang dimiliki, apapun itu.
Imam Ibn al-Qayyim (w. 751 H) menyebutkan bahwa kedermawanan itu ada sepuluh tingkatan:
- Mendermakan jiwa untuk agama Allah. Dengan cara mengorbankannya demi membela agama Allah dengan cara-cara yang dibenarkan syariat. Ini merupakan tingkat kedermawanan tertinggi.
- Mendermakan jabatan, dengan mempergunakannya untuk kepentingan orang banyak, bukan untuk kepentingan pribadi.
- Mendermakan waktu istirahat dan kenyamanan pribadi, untuk membantu orang lain. Meskipun akan berakibat ia letih secara fisik.
- Mendermakan ilmu, dengan mengajarkannya. Berderma dengan ilmu lebih tinggi dibanding berderma dengan harta, sebab ilmu lebih mulia dibanding harta.
- Mendermakan kedudukan sosial, dengan cara memanfaatkannya untuk melancarkan urusan orang lain. Sebagaimana ilmu perlu dizakati, kedudukan sosial pun perlu dizakati
- Mendermakan fisik, dengan mempergunakannya untuk menolong orang lain. Seperti: membantu mengangkatkan barang belanjaan, membantu menyapu halaman dan yang semisal.
- Mendermakan kehormatan, dengan cara memaafkan orang-orang yang menggunjing atau menghinanya.
- Mendermakan kesabaran, dengan cara menahan diri manakala emosi.
- Mendermakan akhlak mulia, wajah berseri dan keramahan.
- Berderma dengan meninggalkan keinginan untuk memiliki apa yang dimiliki orang lain. Jika tidak bisa berbagi dengan orang lain, maka berdermalah dengan cara tidak mengambil milik orang lain.[1]
Seorang muslim seyogyanya berusaha untuk menumbuhsuburkan dalam dirinya sifat dermawan, dengan berbagai jenisnya, semampu yang bisa ia praktekkan. Semoga Allah ta’ala berkenan membantu kita untuk itu, amien…
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Kamis, 4 Dzulqa’dah 1433 / 20 September 2012
[1] Lihat: Madârij as-Sâlikîn (II/293-296).